IBRAHIM, - (2023) PEMAHAMAN HADITS-HADITS TENTANG WALI MUJBIR PERSPEKTIF MAQĀṢID AL-SYARĪ‘AḦ. Thesis thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
GABUNGAN KECUALI BAB IV.pdf Download (11MB) | Preview |
|
Text (BAB IV)
BAB IV.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (11MB) |
Abstract
ABSTRAK Ibrahim (2023) : Pemahaman Hadits-Hadits Tentang Wali Mujbir Perspektif Maqāṣid Al-Syarī‘aḧ Akad perkawinan merupakan akad yang sangat fundamental. Tanpa melaksanakan ketentuan akad tersebut dengan baik, banyak tujuan-tujuan perkawinan yang tidak terwujud bahkan menyebabkan bahtera rumah tangga berujung pada perceraian. Diantara bentuk ketentuannya adalah munculnya istilah wali mujbir yang tidak lepas dari pemahaman ulama terhadap hadits-hadits tentang perkawinan. Wali mujbir merupakan satu-satunya wali yang memiliki otoritas khusus dalam masalah isti’dzān, walaupun secara istilah otoritas wali mujbir ini telah disepakati ulama namun berlakunya hak ijbar pada semua anak masih diperselisihkan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pemahaman dan istinbat ulama menyangkut hadits-hadits wali mujbir serta untuk mengetahui tinjauan Maqāṣid Al-Syarī‘aḧ terhadap pemahaman tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Sumber data primer penelitian ini adalah kitab Al-Ṣaḥīḥain (Al-Bukhārī dan Muslim) dan Sunan Abī Dāūd, kemudian sumber data sekundernya adalah kitab-kitab syarah hadits yang klasik dan kontemporer. Adapun analisis data bersifat induktif dengan teknik analisis konten agar didapatkan pemahaman yang akurat. Sedangkan pisau analisisnya adalah Maqāṣid Al-Syarī‘aḧ dalam memelihara Dharūriyyāt al-Khams. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Imam Al-Syafi‘ī dan Al-Syawkānī memahami hadits tentang isti’dzān wali mujbir kepada anak kecil dan janda yang belum baligh tidak wajib, kecuali Imam Al-Syafi‘ī memahami janda yang belum baligh ditunggu hingga baligh lalu dimintai izinnya. Ibn Hajar menukil ijmā’ bahwa janda baligh tidak boleh dinikahkan kecuali setelah izinnya. Imam Al-Syafi‘ī memahami hadits yang memerintahkan isti’dzān al-bikr bukanlah kewajiban tapi hanya anjuran dan Imam Al-Syawkānī memahaminya sebagai salah salah satu syarat akad yang wajib. Pemahaman hadits yang membolehkan wali mujbir untuk menikahkan tanpa minta izin kepada anak yang tidak paham perizinan seperti anak kecil atau janda yang belum baligh dan anak yang idiot atau gila sejalan dengan Maqāṣid Al-Syarī‘aḧ dalam memelihara Darūriyyāt al-Khams. Demikian halnya dengan janda baligh yang harus dimintai persetujuannya juga sesuai dengan Maqāṣid Al-Syarī‘aḧ dalam memelihara Darūriyyāt al-Khams. Adapun pemahaman hadits tentang gadis baligh (bikr) yang sejalan dengan Maqāṣid Al-Syarī‘aḧ adalah pendapat yang mengharuskan minta izin kepadanya akan tetapi dalam tinjauan maslahat dan mudarat sesuai kondisi di zaman sekarang. Kata Kunci : Pemahaman, Wali Mujbir, Maqāṣid Al-Syarī‘aḧ
Item Type: | Thesis (Thesis) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.2 Teologi Islam, Aqaid dan Ilmu Kalam |
Divisions: | Program Pascasarjana > S2 > Tafsir Hadist |
Depositing User: | pps - |
Date Deposited: | 18 Jul 2023 04:34 |
Last Modified: | 18 Jul 2023 04:34 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/73732 |
Actions (login required)
View Item |