Cahyuni Rokha (2015) PENDAPAT IMAM MALIK BIN ANAS TENTANG HUKUM MENIKAH KETIKA SAKIT KERAS DAN AKIBAT HUKUMNYA. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
fm.pdf Download (228kB) | Preview |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (74kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II.pdf Download (67kB) | Preview |
|
|
Text
BAB III.pdf Download (146kB) | Preview |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (140kB) |
||
|
Text
BAB V.pdf Download (19kB) | Preview |
|
|
Text
em.pdf Download (22kB) | Preview |
Abstract
Penelitian ini berjudul “PENDAPAT IMAM MALIK BIN ANAS TENTANG HUKUM MENIKAH KETIKA SAKIT KERAS DAN AKIBAT HUKUMNYA” Pernikahan merupakansesuatu yang sakral, yang mana hukum dari pernikahan tersebut sesuai dengan keadaan orang yang melakukan pernikahan serta tujuan dalam melaksanakannya.Masalah menikah dalam keadaan sakit keras, terjadi perbedaan pendapat dikalangan fuqaha. Menurut jumhur ulama dari golongan sahabat dan tabi’in, pernikahan orang yang sedang sakit sah hukumnya, dengan pernikahan tersebut wanita itu berhak untuk mendapatkan warisan. Sedangkan Imam Malik berpendapat pernikahan orang yang sedang sakit keras tidak boleh dilakukan dan akibat hukumnya jika terjadi pernikahan adalah tidak ada saling mewarisi. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapat Imam Malik bin Anas tentang hukum menikah ketika sakit keras dan akibat hukumnya, serta mengetahui metode istinbath hukumnya serta mengetahui analisa pendapat Imam Malik bin Anas tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan pendekatan konseptual. Penulis memfokuskan pada penelusuran literatur dan bahan pustaka yang relevan dengan masalah yang diangkat. Data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan teknik deskriptif yang akhirnya diperoleh kesimpulan secara khusus. Dari uraian yang disajikan dan dari berbagai tinjauan, maka penulis mengambil kesimpulan : Pertama, Imam Malik bin Anas berpendapat bahwa tidak boleh menikah dalam keadaan sakit keras dan akibat hukumnya apabila telah terjadi pernikahan tersebut maka mahar orang yang menikah ketika sakit keras adalah 1/3 harta jika bersetubuh, dan jika belum maka tidak ada mahar baginya, dan tidak ada saling mewarisi diantara keduanya. Kedua, Adapun metode istinbath hukum mengenai hukum menikah ketika sakit keras adalah qiyas, yaitumengqiyaskan kepada hadits Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Aisyah, yangmana Imam Malik melihat adanya kemaslahatan apabila terjadi pernikahan ketika sakit keras, yaitu tidak terpenuhinya hak dan kewajiban suami istri dalam hal kebutuhan biologisnya. Kemudian fatwa sahabat dari Ibnu Wahab yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab, dia berpendapat seorang laki-laki yang menikahi perempuan saat ia sakit keras, maka maharnya sepertiga dan tidak mewarisi bagi perempuan tersebut, karena penyebabnya adalah memasukkan ahli waris baru yang tidak ada ketika sakit.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.5 Etika Islam, Praktik Keagamaan > 297.56 Etika Moral Islam dalam Hal Tertentu |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah) |
Depositing User: | eva sartika |
Date Deposited: | 14 Sep 2016 15:06 |
Last Modified: | 14 Sep 2016 15:06 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/7328 |
Actions (login required)
View Item |