Hapizul Ahdi (2014) MASTRUBASI DALAM PRESPEKTIF FIQIH MUQARIN ( STUDI KOMPERATIF ANTARA IMAM AN-NAWAWI DAN IBNU HAZM). Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau.
|
Text
FM.pdf Download (88kB) | Preview |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (118kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II.pdf Download (164kB) | Preview |
|
|
Text
BAB III.pdf Download (103kB) | Preview |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (178kB) |
||
|
Text
BAB V.pdf Download (14kB) | Preview |
|
|
Text
EM.pdf Download (25kB) | Preview |
Abstract
Skripsi yang berjudul “Mastrubasi Dalam Prespektif Fiqih Muqarin (Studi Komperatif Antara Imam An-Nawawi Dan Ibnu Hazm)”ditulis berdasarkan latar belakang perbedaan pendapat Imam An-Nawawi dengan Ibnu Hazm mengenai hukum mastrubasi. Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hukum mastrubasi itu hukumnya haram. Sedangkan Ibnu Hazm mengatakan bahwa hukum mastrubasi tersebut adalah makruh . Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuai bagaimana pendapat Imam An-Nawawi dan Ibnu hazm tentang hukum mastrubasi dan dasar hukumnya, untuk mengetahuai bagaimana analisis istinbath hukum yang dilakukan oleh Imam An-Nawawi dan Ibnu Hazm dalam menetapkan hukum mastrubasi, serta mengetahui bagaimana tinjauan fiqih muqarin tentang mastrubasi menurut Imam An-Nawawi dan Ibnu Hazm. Sesuai dengan judul di atas, penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu dengan jalan membaca, menelaah dan meneliti buku buku yang berkaitan dengan objek pembahasan, baik sumber primer maupun sekunder. Mastrubasi berasal dari bahasa inggris yaitu “Mastrubation”. Sedangkan dalam bahasa arab mastrubasi disebut dengan “Istimna’”. Ia berasala dari kata isim yaitu “al-maniy” yang berarti air mani, maka secara istilah istimna’ adalah mengeluarkan air mani dengan tangannya sendiri atau tangan istrinya atau tangan budak perempuannya tanpa melakukan senggama. Imam An-Nawawi berpendapat bahwa hukum mastrubasi itu adala haram. Menurut beliau istimna’ dapat memutuskan keturunan yang disamakan dengan liwath. Orang yang melakukan istimna’ tidaklah dihukum had melainkan hanya dihukum ta’zir (berupa denda) supaya ada efek jera bagi pelakunya. Sedangkan Ibnu Hazm mengatakan; “Apabila seorang wanita membuka kemaluannya (farj) dengan sesuatu tetapi tidak memasukkan sesuatu itu kedalamnya hingga keluar air maninya maka hukumnya makruh. Dan tidak ada dosa padanya. demikian juga halnya istimna’ bagi laki-laki sama, karena laki-laki itu menyentuh kemaluannya dengan tangan kiri maka hukumnya boleh, dan begitu juga perempuan yang menyentuh kemaluannya dengan tangan kiri hukumnya boleh. Ini berdasarkan kesepakatan para ulama seluruhnya. Maka apabila hukumnya mubah maka disini tidaklah ada tambahan atas mubah tersebut kecuali sengaja melakukannya untuk mengeluarkan air mani. Maka pada dasarnya hukum mastrubasi itu tidak lah haram”. Ia beralasan bahwa di dalam al-Qur’an segala sesuatu yang diharamkan itu telah ditetapkan oleh Allah.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.1 Sumber-sumber Agama Islam, Kitab Suci Agama Islam > 297.125 Hadits |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Mazhab dan Hukum |
Depositing User: | Feni Marti Adhenova |
Date Deposited: | 22 Aug 2016 08:02 |
Last Modified: | 22 Aug 2016 08:02 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/6423 |
Actions (login required)
View Item |