KURNIA ABDUL LATIF, - (2021) MAKNA MUSYRIKUN NAJASUN PERSPEKTIF MUHAMMAD ALI ASH-SHOBUNI DALAM KITAB RAWAI’U AL-BAYAN (TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 28). Skripsi thesis, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU.
Text (BAB IV)
BAB IV.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
||
|
Text
SKRIPSI KURNI ABDUL LATIF.pdf Download (6MB) | Preview |
Abstract
ABSTRAK Peristiwa masuknya non-muslim ke masjid menjadi polemik dan menimbulkan pertanyaan tentang najisnya seorang yang musyrik. Para ulama tafsir berbeda pendapat memaknai lafadz musyrikun najasun. Sebagian ulama memaknainya secara zhahir, sebagian lain memilih untuk memaknainya secara maknawi. Ali Ash-Shobuni merupakan salah satu mufassir yang menafsirkan-nnya secara maknawi dengan pendekatan analisis hukum. Oleh sebab itu penulis memilih judul Makna Musyrikun Najasun Perspektif Muhammad Ali Ash-Shobuni Dalam Kitab Rawai’u Al-Bayan, Tafsir Surat At-Taubah Ayat 28. Fokus penelitian ini adalah penafsiran beliau terhadap surat At-Taubah ayat 28 tentang makna musyrikun najasun, juga hikmah hukum yang terkandung dalam ayat tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, oleh karena itu sumber data yang digunakan berasal dari sumber primer dan sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tahlili (analisis). Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa, dalam penafsiran beliau, pada penafsiran lafadzh ayat, Al- Quran mengungkapkan orang musyrik itu najis dalam bentuk isim mashdar menunjukkan makna bersangatan, dengan lafadzh asli ayat innama al-musyrikun kan-najasun, dihapusnya huruf kaff, ungkapan ini agar menunjukkan sisi keindahan kebahasaan dalam Al-Quran. Adapun makna umum dari musyrikun najasun pada ayat yaitu, mereka kotor, bernoda karna kebiasaan mereka yang kotor, sebab tidak menjauhi hal-hal yang najis, keyakinan mereka yang rusak, atau mereka yang tidak bersuci dan mandi janabah. Yang dimaksud musyrik dalam ayat ialah meliputi seluruh orang kafir, termasuk Yahudi, Nasrani. dan larangan masuk masjid itupun berlaku untuk setiap orang kafir, baik mereka yang animis, Yahudi, maupun Nasrani. Mengenai hukum yang terkandung dalam ayat, najis yang dimaksud ialah “najis maknawi”. Kesyririkan itulah yang harus dijauhi, sehingga menempati arti kata “najis”, atau karena mereka itu tidak mandi janabat dan berwudhu’ serta tidak menjauhi najis-najis lainnya. Beliau mentarjihnya sebagai najis maknawi sesuai pendapat jumhur karena dibenarkan bermuamalah dengan orang musyrik.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 000 Karya Umum |
Divisions: | Fakultas Ushuluddin > Ilmu Alqur'an dan Tafsir |
Depositing User: | fushu - |
Date Deposited: | 18 Jan 2022 01:53 |
Last Modified: | 18 Jan 2022 01:53 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/57732 |
Actions (login required)
View Item |