Mustakim Pulungan, - (2021) Tijauan Hukun Islam Terhadap Kewajiban Suami Dalam Memberikan Jima’ Menurut Ibnu Qudamah. Skripsi thesis, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU.
Text (BAB IV)
PEMBAHASAN.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (641kB) |
||
|
Text
GABUNGAN TANPA BAB IV.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
ABSTRAK Mustakim Pulungan (2021): Tijauan Hukun Islam Terhadap Kewajiban Suami Dalam Memberikan Jima’ Menurut Ibnu Qudamah Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan mengenai Pendapat Ibn Qudamah Tentang Kewajiban Suami dalam Memberikan Jima’ (Analisis Aspek Maslahah). Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab dua pertanyaan besar: pertama, bagaimana pendapat Ibn Qudamah dan dasar pemikirannya tentang Jima’ kepada Istri. Kedua, bagaimana analisis hukum Islam terhadap pendapat Ibn Qudamah tentang kewajiban suami dalam memberikan Jima’. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif (Library research), jenis dan sumber data yang digunakan adalah skunder. Selanjutnya data yang dikumpulkan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kemudian akan disimpulkan secara deduktif, yaitu pengumpulan data dari berbagai literatur yang bersifat umum kehusus. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa : pertama, Seorang perempuan yang telah layak disetubuhi sang perempuan wajib menyerahkan dirinya. Wanita atau istri apabila masih kecil maka tidak wajib atasnya nafkah dan tidak ada paksaan pada dirinya untuk melayani suami, yang dimaksud kecilnya disini adalah belum layak atau tidak patut untuk diajak mesra-mesraan. Maka disini suami harus menunggu hingga wanita tersebut telah siap untuk di campuri. Berbeda dengan suami yang masih kecil, sedangkan istri telah dewasa, maka suami harus memenuhi nafkahnya, karna wanita itu telah bersetatus istri dari sisuami Kedua, Menyetubuhi istri lewat Dubur (anus). Seluruh ulama sepakat bahwa menyetubuhi istri dari dubur adalah hal yang dilarang. Dari segi kedokteran pun dubur atau anus bukanlah alat reproduksi seorang perempuan. Karena bukan alat reprodukasi, tentu saja melakukan hubungan suami istri lewat dubur bertentangan dengan tujuan dari hubungan suami istri tersebut, yaitu sebagai regenerasi. Lagi pula jalannya bukan dari situ, itu tempat BAB. Ketiga, Menyetubuhi wajib dilakukan bila tidak memiliki Udzur. Jumhur ulama selain imam Syafii dan pengikutnya menetapkan bahwa nafkah batin yaitu Seksual wajib diberikan selagi itu tidak memiliki Udzur. Dikarenakan tujuan nikah itu adalah disyariatkan untuk kemaslahatan suami-istri dan menolak bahaya dari keduanya. Maka berbeda dengan Imam Syafii dan pengikutnya yang menentukan tentang pemberian nafkah batin itu hukumnya tidak wajib atas suami, karena bersetubuh adalah haknya sehingga tidak wajib atasnya seperti hak-hak lain-nya. . KataKunci :Nafkah batin, Menyetubuhi, Ibn Qudamah, keluarga
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.5 Etika Islam, Praktik Keagamaan > 297.577 Perkawinan Menurut Islam, Pernikahan Menurut Islam, Munakahat |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah) |
Depositing User: | fasih - |
Date Deposited: | 31 May 2021 03:32 |
Last Modified: | 31 May 2021 03:32 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/48688 |
Actions (login required)
View Item |