Saut Martua Daulay, - (2021) HUKUM PERNIKAHAN TANPA WALI MENURUT IMAM ABU HANIFAH(80 H/699 M-150 H/767 M) DITINJAU MENURUT MAQASHID ALSYARI’AH. Thesis thesis, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU.
Text (BAB IV)
BAB IV.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
||
|
Text
TESIS SAUT MARTUA DAULAY.pdf Download (8MB) | Preview |
Abstract
ABSTRAK Saut Martua Daulay: Hukum Pernikahan Tanpa Wali Menurut Imam Abu Hanifah Ditinjau Menurut Maqashid Syari’ah. Islam hadir membawa kemaslahatan, salah satunya adalah pernikahan. Pernikahan merupakan kemaslahatan yang bersifat dharuri yakni untuk memelihara kehormatan dan keturunan. Jika kemaslahatan ini tidak terpelihara maka akan menimbulkan kerusakan. Untuk mewujudkan sebuah keluarga yang benar-benar menggambarkan mitsaqan ghalidzan, agama membuat beberapa aturan, agar tujuan disyari‟atkan (Maqashid Syari‟ah) pernikahan tercapai. Hal ini dimulai sejak proses pertama kali lembaga perkawinan terbentuk, yakni pada saat berlangsungnya akad nikah. Oleh karena itu, seorang wali dan dua orang saksi merupakan tindakan preventif (pencegahan) untuk melindungi kedua mempelai, terutama si perempuan, bila kedepan ada batu sandungang masalah yang tidak diinginkan muncul dalam bahtera perkawinan mereka berdua. Namun kedudukan wali dalam proses akad nikah masih diperdebatkan para ulama fiqh, sebahagian menempatkan wali sebagai salah satu rukun nikah dan syarat yang mutlak, sementara sebahagian ulama yang lain menempatkan wali bukan sebagai rukun dan tidak juga syarat yang mutlak melainkan sebagai penyempurna saja. Bertitik tolak dari keterangan tersebut penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji secara mendalam permasalahan pendapat Imam Abu Hanifah tentang hukum nikah tanpa wali ditinjau menurut Maqashid Syari‟ah, Bagaimana status wali dalam pernikahan Menurut Imam Abu Hanifah dan pendapat beliau tentang pernikahan tanpa wali, Apa dasar hukum yang di pakai oleh Imam Abu Hanifah tentang hukum menikah tanpa wali, dan Bagaimana Relevansi Pendapat Imam Abu Hanifah Dalam Kondisi saat ini Ditinjau Menurut Maqashid Al-Syari‟ah. Penulisan penelitian ini didasarkan pada library research(penelitian kepustakaan) yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Sumber data yang diperoleh berasal dari data primer, yaitu kitab “Al-Mabsuth Yang ditulis oleh Syamsuddin al-Sarkhasi Juz 9 terbitan Darul Kutub al-Ilmia Bairut Lebanun, dan kitab Bada‟i As-Shana‟i fi Tartiibi as-Syara‟i karya Imam Abu Bakar bin Mas‟ud al- Kasani al-Hanafi, dan data sekunder, yaitu kitab atau buku yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi, sedangkan dalam menganalisis datanya, penulis menggunakan content analisis serta metode deskriptip. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Menurut Imam Abu Hanifah, seorang perempuan yang merdeka, baliq, berakal sehat ketika menikahkan dirinya sendiri dengan seorang laki-laki atau mewakilkan dari laki-laki yang lain dalam suatu pernikahannya, maka pernikahan perempuan itu diperbolehkan. Menurut Imam Abu Hanifah, keterangan-keterangan yang mensyaratkan adanya wali dalam pernikahan itu tak dapat dijadikan alasan untuk mewajibkan perempuan nikah harus disertai wali. Artinya tiap-tiap wanita boleh menikah tanpa wali. Jika sekiranya seorang wanita tidak boleh menikah kecuali harus ada wali, tentunya al-Qur‟an menyebutkan tentang itu.
Item Type: | Thesis (Thesis) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.5 Etika Islam, Praktik Keagamaan > 297.577 Perkawinan Menurut Islam, Pernikahan Menurut Islam, Munakahat 000 Karya Umum |
Divisions: | Program Pascasarjana > S2 > Hukum Keluarga |
Depositing User: | pps - |
Date Deposited: | 17 Feb 2021 07:43 |
Last Modified: | 17 Feb 2021 07:44 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/44376 |
Actions (login required)
View Item |