Rahmas (2014) MAKNA SHALAWAT DALAM AL-QUR’AN MENURUT BUYA HAMKA. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Riau Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
fm.pdf Download (659kB) | Preview |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (125kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II.pdf Download (117kB) | Preview |
|
|
Text
BAB III.pdf Download (98kB) | Preview |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (199kB) |
||
|
Text
BAB V.pdf Download (11kB) | Preview |
|
|
Text
em.pdf Download (19kB) | Preview |
Abstract
Skripsi ini berjudul: “MAKNA SHALAWAT DALAM AL-QUR’AN MENURUT BUYA HAMKA”. Adapun yang melatar belakangi penelitian ini adalah diketahui bahwa Islam mengharuskan umatnya untuk selalu mencintai Rasulullah yang secara otomatis juga mencintai Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Imran ayat 31. sedangkan salah satu cara seorang mukmin agar selalu mencintai Rasulullah adalah dengan senantiasa bershalawat kepadanya. Kata shalawat merupakan jama’ dari shalat yang berarti do’a. Di dalam al-Qur’an terdapat lafazh shalat/ashshalaah dan derivasinya sebanyak 16 bentuk kata, diulang sebanyak 17 kali dalam 57 surat. Namun lafazh yang bermakna shalawat hanya disebutkan sebanyak 4 kata dalam 3 surat. Setelah penulis mengadakan penelitian ini, maka dapatlah disimpulkan bahwa makna shalawat secara bahasa yakni “do’a”, Kata ini satu unsur dengan kata “shalat”. Shalawat di sini juga berarti ingat, dzikir, ucapan, renungan, cinta, barokah, penghormatan dan pujian. Namun secara istilah mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan objek, sasaran dan kondisinya, diantaranya, jika jika shalawat dari Allah kepada Nabi maka maknanya adalah Rahmat, shalawat dari malaikat kepada Nabi berarti do’a, shalawat orang mukmin kepada Nabi ialah memohon kepada Allah agar Nabi Muhammad SAW diberi kurnia dan kemuliaan, akan tetapi jika Allah yang memberikan shalawat-Nya kepada orang-orang mukmin, artinya ialah anugrah perlindungan-Nya. Kemudian menyusul Rahmat, yaitu kasih sayang Allah yang tiada putus-putusnya, kemudian jaminan Allah atas pemeliharaan-Nya terhadap orang-orang mukmin tersebut, bahkan Allah menjanjikan yang lebih mulia yakni petunjuk Allah dalam menempuh jalan kehidupan di dunia ini sehingga sampai dengan selamat kepada tempat yang dituju yaitu alam akhirat. Selanjutnya mengenai penambahan kata Sayyid sebelum menyebut nama Nabi Muhammad SAW adalah perkara yang di bolehkan di dalam syari’at. Karena pada kenyataannya Rasulullah adalah seorang Sayyid, bahkan beliau adalah Sayyid AlAmin, penghulu dan pemimpin seluruh makhluk. Selain daripada itu, membaca shalawat boleh mengucapkan “Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad”, meskipun tidak ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan oleh Nabi (ashShalawat al Ma’tsurah) dengan penambahan kata “Sayyid”. Karena menyusun dzikir tertentu yang tidak ma’tsur boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma’tsur
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.1 Sumber-sumber Agama Islam, Kitab Suci Agama Islam > 297.1226 Tafsir Al-Qur'an, Ilmu Tafsir |
Divisions: | Fakultas Ushuluddin > Ilmu Alqur'an dan Tafsir |
Depositing User: | eva sartika |
Date Deposited: | 28 Apr 2016 10:27 |
Last Modified: | 28 Apr 2016 10:27 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/3919 |
Actions (login required)
View Item |