MOHD. WINARIO, - (2020) STANDARDISASI MAHAR PERSPEKTIF MAQÂSHID SYARÎAH. Disertasi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Text
DISERTASI MOHD. WINARIO OOOK 3.pdf Download (4MB) |
|
Text (BAB IV)
16. MOH. WINARIO BAB IV OK.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (998kB) |
Abstract
Penelitian ini dasari pada fenomena-fenomena mahar yang terjadi di mayarakat, terutama di Indonesia. Mahar terkadang menjadi kendala tersendiri bagi calon suami dan calon isteri yang ingin melangsungkan pernikahan, permintaan mahar yang terlalu mahal bisa menjadi ancaman pernikahan akan batal dilaksanakan. Karena mahar ini akan berkaitan erat dengan adat di setiap daerah. Ada istilah uang panai dari suku bugis, semakin tinggi derajat, pendidikan, pekerjaan sampai kecantikan, maka akan semakin tinggi pula uang panainya. Ada istilah uang japuik atau bajapuik yang artinya menjemput, istilah ini berasal dari adat Pariaman, sumatera Barat. Uniknya uang jopuik tidak diberikan oleh laki-laki kepada perempuan, tapi sebaliknya. Pemberian bajapuik juga berdasarkan strata sosial, pendidikan, pekerjaan dan jabatan laki-laki. Ada istilah jojo di sumatera selatan, yaitu kesepakatan mengenai berapa uang yang akan diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang biasanya mencapai puluhan juta rupiah, bentuk pemberian yang dibawa bermacam, mulai dari bahan makanan, kue, pakaian, hingga peralatan rumah tangga, hal ini juga diberikan berdasarkan status sosial. Di Aceh ada istilah mayam, dalam tradisi aceh, penghargaan terhadap perempuan tidak kalah tinggi jumlahnya, hal ini dibuktikan dengan jumlah mayam yang diberikan 3-30 mayam, tinggi rendahnya mayam juga berdasarkan kualitas perempuan yang akan dinikahi. Di Kalimantan Selatan ada istilah jujuran, yang nilainya kisaran Rp. 5.000.000- Rp. 20.000.000, tergantung permintaan dari pihak perempuan. Dari model pemberian mahar yang ada di beberapa negara seperti Arab Saudi, Mesir, juga termasuk beberapa daerah yang ada di Indonesia tentu saja ada maqashid tertentu yang mengharuskan mengapa maharnya harus berupa sesuatu yang telah ditetapkan oleh tempat dimana tinggal. Rumusan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pemberian mahar calon suami kepada calon isteri pada masyarakat? Bagaimana mahar dalam perspektif fiqih empat Imam mazhab?, dan Bagaimana standardisasi mahar perspektif Maqâshid Syarîah? Metode penelitian pada disertasi ini adalah penelitian kepustakaan atau library research dengan bentuk penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberian mahar calon suami kepada calon isteri pada masyarakat banyak terjadi perbedaan, perbedaan terjadi pada jumlah mahar yang diberikan juga istilah-istilah berdasarkan daerahnya, hal ini berdasarkan kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat tersebut. Namun kenyaataannya dalam pembayaran mahar bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan atau disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaan dilakukan oleh masyarakat.Mahar dalam perspektif fiqih empat Imam Mazhab adalah menurut Imam Hanafi batas minimal 10 dirham yang jika diuangkan dengan nilai mata uang rupiah saat ini sebesar Rp. 190.000, menurut Imam Malik batas minimal seperempat dinar emas yang diuangkan dengan nilai mata uang rupiah saat ini sebesar Rp. 950.000, sedangkan imam Imam Syafi’I dan Imam Hambali tidak ada batasan minimal pemberian mahar. Standardisasi mahar dalam perspektif maqâshid syarîah, standardisasi mahar setidaknya tidak memberatkan kedua belah pihak, sesuai dengan tujuan dari syariah (maqâshid syarîah), standardisasi mahar tidak memberatkan pihak laki-laki dan tidak pula menggampangkan urusan mahar. Mahar merupakan pemberian calon suami kepada calon isteri berupa uang atau harta benda yang bernilai dan bermanfaat yang merupakan satu keistimewaan islam menghormati kedudukan perempuan di mata islam. Mahar merupakan bentuk pemulian islam kepada seorang perempuan, sehingga jika memang tidak memungkinkan dengan harga yang tinggi, maka pihak perempuan harus mengerti keadaan pihak laki-lakinya. Karena yang terpenting dalam pemberian mahar tidak melangkar Maqâshid Syarîah. Yaitu untuk memelihara agama, akal, jiwa, keturunan dan harta. Maqashid Shadaq Bukan harga dari seorang perempuan, Mahar merupakan lambang atau bukti kejujuran cinta dari seorang suami kepada seorang isteri. Mahar juga merupakan pembeda terhadap adat bagi orang jahiliyah. Kata Kunci: Standardisasi, Mahar, Maqâshid Syarîah.
Item Type: | Thesis (Disertasi) |
---|---|
Subjects: | 100 Filsafat dan Psikologi > 170 Etika dan Filsafat Moral > 173 Etika Hubungan Keluarga 000 Karya Umum |
Divisions: | Program Pascasarjana > S3 > Hukum Keluarga |
Depositing User: | pps - |
Date Deposited: | 31 Aug 2020 02:11 |
Last Modified: | 31 Aug 2020 02:13 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/29888 |
Actions (login required)
View Item |