Dwi Febriani (2011) KONSEP GADAI DAN PEMANFAATAN BARANG GADAI MENURUT SAYYID SABIQ. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
2011_2011215.pdf Download (382kB) | Preview |
Abstract
Pegadaian merupakan lembaga pembiayaan atau perkreditan dengan sistem gadai pada dasarnya produk-produk berbasis syariah memiliki karateristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karna riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan bagi hasil. Pokok permasalahan pada penelitian ini ialah bagaimana konsep gadai menurut Sayyid Sabiq dan pemanfaatan barang gadai menurut Sayyid Sabiq di banding menurut fuqaha lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapat Sayyid Sabiq tentang gadai, serta untuk mengetahui pemanfaatan barang gadai menurut Sayyid Sabiq dan menurut fuqaha lainnya. Penelitian ini bersifat study pustaka (library reseach) sebagai data primer adalah karya Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh-al-Sunnah Juz III. Agar pembahasan lebih terarah maka penulis menggunakan metode Deskriptif Analitik, yang dilanjutkan dengan menggunakan Content Analisis, yaitu menganalisiskan berbagai pendapat tentang konsep gadai dan pemanfaatan barang gadai selanjutnya diambil suatu kesimpulan. Setelah melakukan analisa ternyata dapat disimpulkan bahwa, gadai atau yang disebut ranh itu boleh hukumnya dalam Islam, Karena banyak kemaslahatan yang terkandung, dalam rangka hubungan antara sesama manusia. Menurut Sayyid Sabiq gadai merupakan akad perjanjian hutang piutang dengan menjadikan barang jamian sebagai kepercayaan atau penguat dari hutang. Untuk kesempurnaan akad ranh para ulama fiqh sepakat apabila barang yang digadaikan secara hukum sudah berada ditangan pemberi utang, dan uang yang dibutuhkan telah diterima peminjam uang. Dalam hal pemanfaatan barang gadai para ulama berbeda pendapat Menurut Ulama Syafi’iyah yang mempunyai hak atas manfaat barang gadai adalah rahin, walaupun marhun berada di bawah kekuasaan murtahin. Menurut ulama Malikiyah murtahin hanya dapat memanfaatkan harta benda barang gadaian atas izin pemilik barang dengan syarat tertentu. Menurut pendapat ulama Hanabilah, membagi marhun menjadi dua kategori yaitu hewan dan bukan hewan. Apabila barang gadai berupa hewan yang tidak dapat diperah dan tidak dapat ditunggangi maka boleh menjadikannya sebagai khadam. Tetapi apabila barang gadai berupa rumah, sawah, kebun, dan sebagainya maka tidak boleh mengambil manfaatnya. Menurut ulama Hanafiyah, sesuai dengan fungsi dari barang gadai sebagai jaminan dan kepercayaan bagi penerima gadai, maka barang gadai dikuasai oleh penerima gadai. Apabila barang tersebut tidak dimanfaatkan oleh penerima gadai, maka berarti menghilangkan manfaat barang tersebut, padahal barang gadai tersebut memerlukan biaya untuk pemeliharaan. Menurut Sayyid Sabiq memanfaatkan barang gadai tidak diperbolehkan meskipun seizin orang yang menggadaikan. Tindakan orang yang memanfaatkan harta benda gadai tidak ubahnya qiradh, dan setiap bentuk qiradh yang mengalirkan manfaat adalah riba. Kecuali barang yang digadaikan berupa hewan ternak yang bisa diambil susunya, kemudian pemilik barang memberikan izin untuk memanfaatkan barang tersebut, maka penerima gadai boleh memanfaatkanya.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.2 Teologi Islam, Aqaid dan Ilmu Kalam > 297.273 Islam dan Ilmu Ekonomi |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) |
Depositing User: | eva sartika |
Date Deposited: | 26 Jan 2016 03:09 |
Last Modified: | 26 Jan 2016 03:09 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/1901 |
Actions (login required)
View Item |