FATISA MANHEM (2018) HUKUM WALI FASIQ DALAM PERNIKAHAN (Studi Komperatif Menurut Imam Hanafi Dan Imam Asy-Syafi’e). Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
1. COVER__2018500PMH.pdf Download (312kB) | Preview |
|
|
Text
2. PENGESAHAN__2018500PMH.pdf Download (357kB) | Preview |
|
|
Text
3. ABSTRAK__2018500PMH.pdf Download (234kB) | Preview |
|
|
Text
4. KATA PENGANTAR__2018500PMH.pdf Download (209kB) | Preview |
|
|
Text
5. DAFTAR ISI__2018500PMH.pdf Download (293kB) | Preview |
|
|
Text
6. BAB I__2018500PMH.pdf Download (716kB) | Preview |
|
|
Text
7. BAB II__2018500PMH.pdf Download (504kB) | Preview |
|
|
Text
8. BAB III__2018500PMH.pdf Download (935kB) | Preview |
|
Text
9. BAB IV__2018500PMH.pdf Restricted to Repository staff only Download (817kB) |
||
|
Text
10. BAB V__2018500PMH.pdf Download (327kB) | Preview |
|
|
Text
11. DAFTAR PUSTAKA__2018500PMH.pdf Download (316kB) | Preview |
Abstract
Dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha memaparkan pandangan dua orang tokoh yang berpengaruh yaitu Imam Hanafi dan Imam Asy-Syafi’e yang mempunyai pandangan yang berbeda tentang wali fasik dalam pernikahan. Imam Hanafi berpendapat bahwa wali yang fasik dibolehkan dalam pernikahan dan tidak menghalangi syarat dalam pernikahan berdasarkan Surat An-Nur ayat 32 dan hadis serta ijma’ maka secara kesimpulan dapat dijelaskan bahwa keislaman seseorang sudah dianggap cukup untuk menjadi wali nikah sehingga tidak memandang orang tersebut memenuhi kriteria adil atau tidak karena akadnya sudah sah walaupun wali tersebut seorang yang fasik. Manakala Imam Asy-Syafie mengatakan wali yang fasik tidak sah dalam pernikahan karena menghalangi syarat sebagai status wali yang harus mursyid yakni adil berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas bahwa wali mursyid yang dimaksudkan itu adalah harus adil dalam agama, harta dan perkara keduaniaan yang lain. Karena mursyid itu sendiri dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk mencegah dirinya dari melakukan perbuatan meskipun dosa kecil maupun dosa besar. Jenis penelitian ini adalah penelitian library research yaitu dengan mengambil dan membaca serta menelaah literature-literature yang berhubungan dengan penelitian ini. Sumber data yang penulis gunakan adalah sumber data primer yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang penulis gunakan sebagai rujukan pertama adalah kitab Bada’i Shana’i karya Imam Alauddin Abi Bakr Ibnu Mas’ud Al -Kasani dan Kitab AlUmm karya Imam Abu Abdillah Muhammad Bin Idris Asy-Syafi’e. Bahan hukum sekunder adalah buku-buku atau literature-literature yang berkait tentang masalah yang diteliti. Dari permasalahan tersebut, terdapat tujuan dari penelitian ini yaaitu pertama, untuk mengetahui pendapat Imam Hanafi dan Imam Asy-Syafi’e tentang hukum wali fasik dalam pernikahan. Kedua, untuk mengetahui dalil yang digunakan oleh Imam Hanafi dan Imam Asy-Syafi’e untuk mengistinbathkan hukum tentang hukum wali fasik dalam pernikahan. Ketiga, untuk mengetahui analisa penulis antara pendapat di antara Imam Hanafi dan Imam Asy-Syafi’e tentang hukum wali fasik dalam pernikahan. Metodologi penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah pertama, metode deduktif yaitu meneliti dan menganalisa pendapat dari Imam Hanafi dan Imam Asy-Syafi’e yang bersifat umum untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus. Kedua, metode Induktif yaitu meneliti dan menganalisa data dari Imam Hanafi dan Imam Asy-Syafi’e yang bersifat khusus, kemudian digeneralisasikan dan ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Ketiga, metode komparatif, yaitu penulis menggambarkan dan memaparkan pendapat para imam mazhab mengikut pemikiran dan hasil ijtihad mereka dengan masalah yang berlaku. Setelah itu, penulis mengumpulkan data-data yang telah diseleksi dengan identifikasi masalah yang ingin dibahas untuk dianalisis. Seterusnya, penulis membandingkan pendapat imam mazhab yang telah dipaparkan sesuai permasalahan yang dibahaskan. Dari hasil penelitian, penulis lebih cenderung bahwa pandangan Imam Asy-Syafi’e itu lebih kuat untuk diamalkan karena memikirkan kewajiban seorang wali dalam pernikahana adalah salah satu kewajiban dan disyariatkan maka sifat wali itu harus dipertitik beratkan. Dan kewalian yang fasik itu walaupun tidak sah namun hukum Islam tidaklah bersifat kaku dan masih ada jalan keluar agar pernikahan anaknya tetap sah secara hukum Islam. Dimana sebelum akad nikah dilangsungkan maka wali nikah akan diberi peluang untuk bersyahadat dan beristighfar terlebih dahulu, dengan harapan semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahan yang lalu kemudian melanjutkan akad nikah yang akan dilangsungkan. Sedangkan paham yang mengatakan tetap sah wali yang fasik cenderung berdampak negatif yaitu munculnya kesan bahwa kewajiban untuk berusaha menghindari dari sifat buruk akan terabai, malah kita harus sering berusaha untuk menggapai amar ma’ruf dan nahi mungkar setiap hari.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.5 Etika Islam, Praktik Keagamaan > 297.577 Perkawinan Menurut Islam, Pernikahan Menurut Islam, Munakahat |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Mazhab dan Hukum |
Depositing User: | Mrs Rina Amelia - |
Date Deposited: | 26 Aug 2019 04:46 |
Last Modified: | 26 Aug 2019 04:46 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/18211 |
Actions (login required)
View Item |