Darul Kalam (2011) PANDANGAN MUHAMMAD HUSEIN THABATHABA’I TENTANG NIKAH MUT’AH DALAM TAFSIR AL-MĪZAN. Thesis thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
2011_201113.pdf Download (726kB) | Preview |
Abstract
________________________________________________________________________ Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai persoalan, baik secara individual maupun kelompok. Problema yang sangat memprihatinkan dan menghancurkan adalah masalah hawa nafsu. Jika seseorang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya, maka sifat kemanusiaan akan lari dari dirinya. Muncullah sifat zalim, tamak, kikir dan yang lebih berbahaya lagi perbuatan seks. Seks merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam nafsu manusia, dan dapat menimbulkan kemaksiatan dalam masyarakat. Perbuatan seks disini yang dimaksud adalah dorongan untuk melakukan hubungan lawan jenis antara laki-laki dan perempuan. Problema seksual merupakan sebuah realita yang betul-betul terjadi. Setiap orang tidak boleh menganggap engteng terhadap bahayanya. Pernikahan merupakan solusi konkrit dalam mengatasi persoalan pergaulan bebas (free seks), demi untuk menyelamatkan generasi penerus. Kehidupan manusia yang membutuhkan lawan jenisnya merupakan ketentuan Allah Swt karena Dia telah menjadikan segala sesuatu berpasangan, laki-laki dan perempuan, baik dari jenis manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Salah satu bentuk pernikahan yang ada dalam Islam adalah nikah mut’ah. Sejalan dengan perkembangan zaman nikah mut’ah mengalami perdebatan yang panjang di kalangan ulama Sunni Syi’a. perdebatan yang tidak menemukan kesepakatan ini menimbulkan problema serius bukan saja di dunia Islam secara umum juga di Indonesia secara khusus. Perkembangan di Indonesia bukan saja nikah mut’ah juga berkembang dengan nama kawin kontrak yang pada dasarnya adalah sama. Berbagai pandangan fuqaha, mufassir dan ulama tentang nikah mut’ah ini yang patut kita ketahui dan cermati. Sehingga kita benar-benar memahami posisi nikah mut’ah dipandang dari berbagai aspek. Sumber-sumber yang penulis baca adakalanya posisi nikah mut’ah dijadikan sebagai ibadah yang harus dilakukan dan disisi lain nikah mut’ah disebut sebagai pembawa mala petaka bagi generasi Islam berikutnya. Setelah penulis telusuri beberapa penelitian yang penulis temui diantaranya : “ Penelitian yang mengkaji nikah mut’ah baik dari segi kualitas hadits, penelitian tentang tawaran nikah mut’ah sebagai alternatif mencegah pergaulan bebas (Free seks), dan penelitian tentang nikah mut’ah dalam sudut pandang filsapat sosial. Di dalam aliran Syi’ah terdapat perbedaan pendapat tentang nikah mut’ah, diantaranya : Sayyid Husein al Musawwi, setelah melihat realita yang ada dalam kurun waktu yang begitu lama bahkan Sayyid Husein al Musawwi sudah termasuk menjadi tokoh Syi’ah. Dalam beberapa ajaran Syi’ah Ia sangat tidak sependapat, diantaranya nikah mut’ah. Tokoh yang lain Murthadha Muthahhari, dalam beberapa tulisannya menyebutkan nikah mut’ah tidak ada batasannya sementara Thaba’thaba’i membatasi hanya boleh tiga kali. Dari ketiga tohoh Syi’ah di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji kembali persoalan nikah mut’ah dari sisi pemikiran salah satu tokoh Syi’ah yang terdapat dalam tafsir al Mīzā n. Karya tafsir yang dihasilkan oleh seorang tokoh mufassir Syi’ah yang bernama Muhammad Husein Thabathaba’i. Adapun tema yang akan penulis bahas adalah “Pandangan Muhammad Husein Thaba’thaba’i tentang Nikah Mut’ah dalam Tafsir al Mizan”. Muhammad Husein Thabathaba’i adalah seorang mufassir dari golongan Syi’ah yang memiliki keilmuan yang tinggi, selain dalam bidang tafsir ia juga ahli dalam bidang filsafat, sejarah, akhlak, sastra, seni, hadits, teologi dan sosial kemasyarakatan. Tafsir al Mizan merupakan karya terbesar Muhammad Husein Thaba’thaba’i. Menurut Muhammad Husein Thaba’thaba’i Q.S al-Nisa’ (4) : 24 adalah dasar dihalalkan nikah mut’ah, sementara Sayyid Husein al Musawwi tidak sependapat dan akhirnya Ia keluar dari Syi’ah. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis historis yaitu data yang berupa ayat ditafsirkan dengan pendekatan sejarah berkenaan dengan sosio kultural masyarakat. Penelitian ini terutama akan menggunakan metode analisis derkriptif yaitu pemaparan apa adanya terhadap apa yang dimaksud oleh suatu teks. Adapun naskh dengan seluruh ayat-ayat itu seperti warisan, thalak, iddah, poligami, maka padanya terdapat bahwa naskh antaranya dan antar ayat mut’ah tidak ada hubungannya dengan ayat nasakh mansukh, tetapi hububungan umum dan khusus atau mutlaq dan muqayyad. Mencermati pembahasan dalam tesis ini terkhusus analisis terhadap nikah mut’ah dalam pandangan Thabathaba’i yang terdapat dalam tafsir al-Mīzān, maka dapat diambil kesimpulan :Tafsir al-Mīzān merupakan karya terbesar Thabathaba’i, disampaing karya karya lain dalam berbagai bidan keilmuan, nikah mut’ah dalam Syi’ah tidak di akui oleh beberapa tokoh nya dan menyatakan nikah mut’ah ajaran yang telah di haramkan sampai hari kiamat. ulama sepakat bahwa nikah mut’ah pernah diizinkan pada masa Rasulullah saw, penulis tidak sepakat dengan Thaba’thaba’i bahwa al-Quran surat al-Nisa’ (4) : 24 adalah bukan dasar nikah mut’ah, karena tidaklah mungkin Rasul melarang suatu perbuatan tanpa ada sementara Allah Swt mengizinkan dalam waktu bersamaan yaitu pada saat perang Khaibar, ketika orang Syi’ah menyatakan hubungan nikah mut’ah dengan free seks saat ini, maka tidak ada hubungannya walapun nikah mut’ah dihalalkan, free seks pasti tetap berkembang.
Item Type: | Thesis (Thesis) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama |
Divisions: | Program Pascasarjana > S2 |
Depositing User: | Feni Marti Adhenova |
Date Deposited: | 26 Dec 2015 07:39 |
Last Modified: | 26 Dec 2015 07:39 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/180 |
Actions (login required)
View Item |