Akbarizan (2014) WANITA, POLITIK DAN HUKUM ISLAM. Suska Press. ISBN 978-602-283-049-8
|
Text
WANITA, POLITIK DAN HUKUM ISLAM.pdf Download (3MB) | Preview |
Abstract
Dalam fenomena perpolitikan di Pilwako Pekanbaru ini, banyak yang memanfaatkan nilai-nilai relegius atau agama sebagai alat untuk untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat, sekaligus juga menyerang calon lain dan membuat masyarakat mempertimbangkan untuk tidak memilih calon lain tersebut. Salah satu nilai-nilai agama yang menjadi diskusi sekaligus alat kampanye dalam Pilwako Pekanbaru adalah isu kepemimpinan wanita. Karena salah satu calon wali kota pekanbaru adalah wanita. Sehingga banyaklah seleba ran, diskusi dan bahkan ceramah agama yang membicara kan tentang kepemimpinan wanita, baik yang mendukung maupun yang tidak mendukung. Permasalahan yang dijadikan kajian dalam peneliti an ini adalah bagaimana kepemimpinan wanita menurut Islam, bagaimana pendapat para muballigh Riau tentang kepemimpinan wanita, apa saja dalil-dalil hukum Islam yang mereka ungkapkan untuk menguatkan pendapat mereka, dan bagaimana pandangan mereka terhadap calon walikota pekanbaru, Septina Primawati Rusli. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Dengan menggunakan metode field research, atau dapat pula disebut dengan survey research, peneliti terjun langsung menggali data di lapangan dengan cara mengadakan survey, angket, wawancara dan melakukan deskripsi di lapangan untuk ber usaha menggambarkan sebuah kenyataan atau fenomena, sehingga di sana bisa diketahui persepsi dan reaksi yang muncul dalam masyarakat sebagai akibat munculnya calon walikota Pekanbaru dari kalangan wanita secara deskriptif eksploratif. Dari penelitian ini dapat peneliti simpulkan sekaligus menjawab pertannyaan penelitian ini, yaitu pertama, ke pemimpinan wanita menurut Islam ada tiga kelompok ulama yang menyatakan pendapatnya berkaitan dengan hal ter sebut, yaitu: pertama, wanita tidak boleh menjadi pemimpin, pendapat ini diwakili oleh tokoh madzhab terkenal seperti, Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad Ibnu Hanbal. Kedua, wanita boleh menjadi pemimpin, apabila wanita tersebut memiliki kapabilitas dan kompetensi yang memadai pendapat ini diwakili oleh tokoh fiqh rasional, Imam Abu Hanifah. Ketiga, wanita boleh menjadi pemimpin secara mutlak. Pendapat ini diwakili oleh imam Ibnu Jarir Al-Thabary. Sejalan dengan imam Thabary, imam Ibnu Hazm juga mengemukakan ke bolehan wanita sebagai pemimpin secara mutlak. Kedua, pendapat para muballigh Riau tentang kepe mimpinan wanita dapat disimpulkan pada lima belas tema, yaitu wanita karena kudratnya seperti haid, hamil, melahir kan dan menyusui akan menghalangi dan mengganggu memimpin daerah, wanita bila menjadi pemimpin akan membawa kerugian bagi daerah, wanita lebih banyak menggunakan perasaan dari pada akalnya dalam memim pin daerah, sebagaimana shalat, imam adalah laki-laki dan wanita berada pada shaf di belakang laki-laki, wanita bila menikah tidak dapat menjadi wali bagi dirinya, ia harus mendapat izin dari wali laki-lakinya, wanita pada tabiat dan perilakunya cnderung membawa kerusakan, wanita mudah putus asa dan mudah dirayu dan iba hati, laki-laki lebih didahulukan menjadi pemimpin daripada wanita, Allah lebih meninggikan derajat laki-laki dari wanita baik dari masalah kesaksian, warisan, dan rumah tangga, Rasul ullah tidak pernah mengangkat gubernur (amir) atau wali daerah dari kaum wanita, semua para Rasul dan Nabi ada lah laki-laki, begitu juga semua khalifah ada laki-laki dan pemimpin pasukan tempur untuk melawan musuh juga seorang laki-laki, wanita tidak kuat memimpin (walikota), haram wanita menjadi khalifah (kepala negara), mu’awwin (pembantu khalifah), wali (penguasa daerah), qadhi madzalim (hakim yang memutuskan perkara kezaliman penguasa), wanita boleh hukumnya menjadi pemimpin perusahaan, pemimpin organisasi, anggota majelis ummat, kepala depar temen, dan rektor, banyak ayat dan hadis satu pun yang se cara jelas mensyaratkan pemimpin harus laki-laki. Ketiga, dalil-dalil hukum Islam yang mereka gunakan untuk menguatkan pendapat mereka adalah al-Quran, hadis, ijma’ ulama, dan qiyas, serta prinsip keadilan dan kesetara an gender dalam Islam. Mereka juga mengambil dalil-dalil yang mendukung bahwa wanita secara kualitatif lebih rendah daripada laki-laki. Jawaban responden terhadap Septina Primawati Rusli dapat diklasifikasikan pada dua pandangan. Pertama, menolak atau memandang negatif majunya Septina Prima wati Rusli sebagai calon Walikota Pekanbaru. Ada delapan dari sepuluh pernyataan negatif yang didukung atau dise tujui responden, yaitu bila Septina Primawati Rusli menjadi pemimpin akan membawa kerugian bagi daerah, mereka memilih Septina Primawati Rusli sebagai walikota karena suaminya adalah gubernur Riau, Septina Primawati Rusli tidak memiliki niat dan tujuan yang baik menjadi walikota Pekanbaru, Septina Primawati Rusli tidak akan dapat melobi pemerintah provinsi dalam mendapatkan APBD, Septina Primawati Rusli tidak lebih cerdas, bijak dan adil daripada Firdaus MT, Septina Primawati Rusli tidak baik dan bebas dari berbagai masalah termasuk rumah tangga, dan Septina Primawati Rusli termasuk yang diharamkan oleh ajaran Islam menjadi walikota Pekanbaru. Kedua, menerima atau memandang positif terhadap Septina Primawati Rusli sebagai calon walikota pada dua pernyataan dari sepuluh pernyataan, yaitu sebagai wanita, Septina Primawati Rusli tidak akan lebih banyak meng gunakan perasaan dari pada akalnya dalam memimpin daerah, dan sebagai wanita, Septina Primawati Rusli pada tabiat dan perilakunya tidak mudah putus asa dan tidak mudah dirayu dan iba hati.
Item Type: | Book |
---|---|
Subjects: | 300 Ilmu Sosial > 340 Ilmu Hukum |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Mutiara Jannati |
Date Deposited: | 16 Dec 2016 08:30 |
Last Modified: | 16 Dec 2016 08:30 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/9814 |
Actions (login required)
View Item |