AMRIN BOROTAN (2015) STUDI ANALISIS PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH TENTANG LI’AN BAGI ORANG BISU. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
fm.pdf Download (237kB) | Preview |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (142kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II.pdf Download (106kB) | Preview |
|
|
Text
BAB III.pdf Download (136kB) | Preview |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (185kB) |
||
|
Text
BAB V.pdf Download (23kB) | Preview |
|
|
Text
em.pdf Download (28kB) | Preview |
Abstract
Skripsi yang berjudul: STUDI ANALISIS PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH TENTANG LI’AN BAGI ORANG BISU. Ini ditulis berdasarkan latar belakang pendapat Ulama, bahwa menurut jumhur Ulama orang yang bisu dibolehkan untuk melakukan li’an jika bisa dipahami maksudnya. Namun berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang tidak membolehkan li’an bagi orang bisu. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pendapat Imam Abu Hanifah tentang li’an yang dilakukan oleh orang bisu? (2) Bagaimana metode istinbat hukum Imam Abu Hanifah tentang li’an bagi orang bisu? (3) Bagaimana analisis terhadap pendapat Imam Abu Hanifah tentang li’an yang dilakukan oleh orang bisu? Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan ( library research ) dengan mengambil sumber data yang berasal dari kitab kitab, buku-buku atau sumber lain yang berkenaan dengan pembahasan pada skripsi ini. Sedangkan dalam tehnik analisis data menggunakan metode deskriptif analitis, dan metode ushuliyah. Hasil penelitian menunjukkan, bahwasanya menurut Imam Abu Hanifah tidak ada li’an bagi orang bisu. Ini sesuai dengan yang tertulis di dalam salah satu kitabnya yaitu Bada’i al Shanai’ dan al-Mabasuth. Imam Abu Hanifah mengatakan syarat- syarat li’an salah satunya adalah harus bisa berbicara. Karena ketika seseorang yang berli’an itu bisu atau tidak dapat berbicara maka tidak ada li’an dan tidak ada had. Karena Imam Abu Hanifah menggolongkan li’an ke dalam bentuk syahadah (kesaksian), bukan termasuk dalam bentuk yamim (sumpah). Sehingga orang yang bisu tidak boleh berli’an karena orang bisu adalah orang yang kesaksiannya tidak dapat diterima atau bukan orang yang ahli bersaksi. Namun penulis tidak setuju dengan pendapat Imam Abu Hanifah, karena secara langsung pendapat ini mendiskreditkan orang bisu dan menganggapnya sebagai manusia yang tidak cakap hukum. Padahal ketika merujuk pada konsep mukallaf orang bisu termasuk seorang mukallaf. Sehingga dalam dirinya dapat dikenai taklif hukum dam perbuatan yang dilakukannya dapat menimbulkan akibat hukum. Syarat menjadi seorang mukallaf adalah mampu memahami dalil pentaklifan dan layak untuk dikenakan taklif. Kemampuan untuk memahami dalil-dalil taklif hanyalah dengan kesempurnaan akal, dan kesempurnaan akal diukur dari kedewasaannya. Sehingga ketika orang bisu tersebut berakal maka tidak ada alasan untuk mendiskreditkan hak- haknya dengan tidak bolehnya ia berli’an w
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.5 Etika Islam, Praktik Keagamaan > 297.56 Etika Moral Islam dalam Hal Tertentu |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah) |
Depositing User: | eva sartika |
Date Deposited: | 14 Sep 2016 08:03 |
Last Modified: | 14 Sep 2016 08:03 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/7309 |
Actions (login required)
View Item |