Widyawati (2015) PEMIKIRAN ABU HANIFAH TENTANG KAKEK MENGHIJAB SAUDARA DALAM HUKUM WARIS. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
fm.pdf Download (242kB) | Preview |
|
|
Text
BAB 1.pdf Download (116kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II.pdf Download (138kB) | Preview |
|
|
Text
BAB III.pdf Download (60kB) | Preview |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (165kB) |
||
|
Text
BAB V.pdf Download (10kB) | Preview |
|
|
Text
em.pdf Download (14kB) | Preview |
Abstract
Skripsi yang berjudul “PEMIKIRAN ABU HANIFAH TENTANG KAKEK MENGHIJAB SAUDARA DALAM HUKUM WARIS ” ini ditulis berdasarkan latar belakang pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwa para saudara sekandung dan saudara seayah, baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapat warisan ketika bersama dengan kakek. Sementara itu menurut Abu Hanifa kakek menghijab saudara apabila mereka sama-sama menjadi ahli waris. Adapun tujuan dari penelitian ini penulis maksudkan untuk mengetahui alasan Abu Hanifah tentang kakek yang menghijab saudara dalam hukum waris, serta untuk mengetahui bagaimana pemikiran Abu Hanifah tentang kakek menghijab saudara menurut perspektif fiqih mawaris. Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan (library reserch) dengan menggunakan pendapat Abu Hanifah dalam kitab Al-Mabsott karya Syamsudin As-Sarkhasi, kitab Raddu Al-Mukhtar ‘Ala al-Darr al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Abshar karya Muhammad Amin al-Syahir bi Ibni Abidin sebagai bahan primernya, sedangkan bahan sekundernya dalam tulisan ini adalah sejumlah literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Adapun teknik analisa data yang digunakan adalah Deskriptif dan Content analisis. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah: Mengenai masalah kewarisan Kakek bersama saudara, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa kakek menghijab para saudara. Jadi apabila saudara mewaris bersama-sama kakek, maka saudara tidak mendapatkan bagian sedikitpun. Dasar pijakan Abu Hanifah menempatkan kakek lebih dekat hubungan kerabat kepada pewaris dibanding dengan saudara sehingga dapat menghijab saudara adalah: mengqiyaskan pemahaman lafas ibn kepada abu. Menurut ketentuan nas bawa anak (ibn) menghijab saudara. Bila anak tidak ada, maka menurut consensus fukahak cucu dapat menggantikan kedudukan anak untuk menghijab saudara. Kemudian mayoritas fukahak menempatkan pula bawa ayah dapat menghijab saudara. Oleh sebab itu, ketika tidak ada ayah maka kakek seharusnya juga dapat menghijab saudara. Illatnya menyamakan perluasan lafaz ibn ke abu. Menurut Abu Hanifah kakek ketika tidak ada ayah berhak dia menempati ayah. Dasar yang digunakan Abu Hanifah adalah bahwa kata al-ab dalam al-Quran meliputi kakek, yaitu ayahnya ayah sampai ke atas jalur nasab. Kakek lebih dekat hubungan kerabat kepada pewaris dibanding saudara sehingga dapat menghijab saudara. Karna kakek hanya dihijab oleh ayah. Berbeda dengan saudara si mayat. Mereka dihijab oleh ayah, Anak laki-laki, cucu laki-laki. Hak waris kakek seperti alternatif yang diterima ayah, sedangkan hak saudara hanya sebagai asabah. Menurut hukum kewarisan islam, Saudara terhijab apabila ada bersama anak atau cucu, dan ayah. Alasan tertutupnya saudara oleh anak adalah ayat 176 An-Nisa, yang menjelaskan bahwa saudara baru berhak mewarisi bila pewaris itu punah, yaitu tidak mempunyai anak atau cucu. dan bila dilihat dari aspek hubungan kekerabatan, saudara berada pada derajat keutamaan yang lebih rendah dari ayah, karena hubungan saudara kepada pewaris adalah melalui ayah oleh sebab itu, pemahaman jumhur yang menempatkan ayah sebagai penutup saudara sangat beralasan.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.5 Etika Islam, Praktik Keagamaan > 297.56 Etika Moral Islam dalam Hal Tertentu |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah) |
Depositing User: | eva sartika |
Date Deposited: | 31 Aug 2016 05:20 |
Last Modified: | 31 Aug 2016 05:20 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/6631 |
Actions (login required)
View Item |