Syaharudin M (2014) NIKAH MUT’AH MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISHBAH. Thesis thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau.
|
Text
FM.pdf Download (464kB) | Preview |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (114kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II.pdf Download (384kB) | Preview |
|
|
Text
BAB III.pdf Download (81kB) | Preview |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (223kB) |
||
|
Text
BAB V.pdf Download (37kB) | Preview |
|
|
Text
EM.pdf Download (39kB) | Preview |
Abstract
xi Tesis ini berjudul: ”NIKAH MUT’AH DALAM TAFSIR AL-MISHBAH.” Rumusan masalah : (1) Bagaimana pro dan kontra pendapat mufassir tentang nikah mut’ah dalam al-Qur’an? dan (2) Bagaimana pendapat M. Quraish Shihab tentang nikah mut’ah dalam Tafsir al-Mishbah? Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research), karena data yang diteliti berupa naskah-naskah, buku buku atau majalah-majalah yang bersumber dari khazanah kepustakaan. Penelitian ini juga termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif. Hasil Penelitian : Pro dan kontra pendapat ulama tentang nikah mut’ah ; para ulama dari kalangan Sunniy telah sepakat (Ijma`), tentang tentang haramnya nikah mut’ah. Para ulama empat mazhab berpendapat sama tentang keharaman nikah mut’ah. Ketika para ulama di kalangan Sunni berupaya menjelaskan keharaman nikah mut’ah, juteru ulama di kalangan Syi’ah sejak awal membolehkan dan tetap mempertahankannya sampai sekarang, bahkan menjadi bagian dari aturan hukum perkawinan yang mereka anut. Menurut ulama kalangan Syi’ah, nikah mut’ah tetap dibolehkan atau dihalalkan sampai sekarang, sama halnya dengan nikah permanen (nikah daim). Pendapat M. Quraish Shihab tentang nikah mut’ah dalam tafsir al-Mishbah ; Menurutnya, secara umum para ulama berpendapat bahwa nikah mut’ah adalah haram. Nikah mut’ah menurutnya, bertentangan dengan tujuan nikah yang dikehendaki al-Quran dan Sunnah, yakni pernikahan yang langgeng, sehidup semati, bahkan sampai Hari Kemudian(QS. Ya Sin: 56). Sebab, pernikahan antara lain dimaksudkan untuk melanjutkan keturunan, dan keturunan itu hendaknya dipelihara dan dididik oleh kedua orang tuanya. Hal demikian tentu tidak dapat dicapai, jika pernikahan hanya berlangsung beberapa hari, bahkan beberapa tahun sekalipun. Menurutnya, pendapat yang berbeda menyangkut mut’ah, kehalalan atau keharamannya serta syarat-syaratnya. Masing-masing mengemukakan alasannya sehingga ulama sepakat menyatakan bahwa nikah mut’ah yang memenuhi syarat syaratnya tidak identik dengan perzinaan. Kita juga dapat berkata bahwa, seandainya alasan ulama Syiah diakui oleh ulama Sunni, tentulah ulama Sunni tidak akan menyatakan haramnnya mut’ah, demikian juga sebaliknya, seandainya ulama Syiah puas dengan alasan-alasan kelompok ulama Sunni, tentulah mereka tidak menghalalkannya. Namun, kalau hendak menempuh jalan kehati-hatian, tidak melakukan mut’ah jauh lebih aman ketimbang melakukannya. Kalau hendak menempatkan perempuan dalam kedudukan terhormat, tentu seseorang pun tidak akan rela melakukan mut’ah. Menurutnya, pernikahan antara lain dimaksudkan untuk melanjutkan keturunan, dan keturunan itu hendaknya dipelihara dan dididik oleh kedua orang tuanya. Hal demikian tentu tidak dapat dicapai, jika pernikahan hanya berlangsung beberapa hari, bahkan beberapa tahun sekalipun, sebagaimana yang terjadi pada nikah mut’ah.
Item Type: | Thesis (Thesis) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.5 Etika Islam, Praktik Keagamaan > 297.577 Perkawinan Menurut Islam, Pernikahan Menurut Islam, Munakahat |
Divisions: | Program Pascasarjana > S2 |
Depositing User: | Feni Marti Adhenova |
Date Deposited: | 11 Jun 2016 05:49 |
Last Modified: | 11 Jun 2016 05:49 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/5366 |
Actions (login required)
View Item |