Rahmat Putra (2017) Nikah Muhallil: Studi Perbandingan Antara Pendapat Iman Hanafi Dan Imam Safi’i. Thesis thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Text
1. 201794HK-S2COVER.pdf Download (273kB) |
|
Text
2. 201794HK-S2PENGESAHAN.pdf Download (286kB) |
|
Text
3. 201794HK-S2ABSTRAK.pdf Download (329kB) |
|
Text
4. 201794HK-S2KATA PENGANTAR.pdf Download (276kB) |
|
Text
5. 201794HK-S2DAFFTAR ISI.pdf Download (266kB) |
|
Text
6. 201794HK-S2TESIS BAB I.pdf Download (463kB) |
|
Text
7. 201794HK-S2TESIS BAB II.pdf Download (986kB) |
|
Text
8. 201794HK-S2TESIS BAB III.pdf Download (311kB) |
|
Text
9. 201794HK-S2TESIS BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (790kB) |
|
Text
10. 201794HK-S2TESIS BAB V.pdf Download (278kB) |
|
Text
11. 201794HK-S2DAFTAR KEPUSTAKAAN.pdf Download (306kB) |
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; Untuk mengetahui bagaimana Hukum hukum Nikah Muhallil menurut Pendapat Hanafi dan Imam Safi’i dan untuk Mengetahui bagaimana Metode Istinbat Hukum Hanafi dan Imam Safi’i tentang Sahnya Nikah Muhalli. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunkan metode Conten Analysis. Adapun sumber primer yaitu Kitab AlUmm, al-Buwaiti, al-Imla’, dan Mukhtashar Muzani, kitab “al-Mabsuth” Badai’i As-Shanai’i yang. Sedangkan sumber sekundenya yaitu buku-buku yang berhubungan dengan penelitian. Berdasarkan hasil analisa yang penulis lakukan, dapat simpulkan bahwa: 1 )Nikah muhallil adalah nikah yang dimaksudkan untuk menghalalkan bekas istri yang telah ditalak tiga kali. Adapun Imam Syafi'i berpendapat bahwa akadnya rusak dan batal sehingga perkawinan selanjutnya oleh mantan suami pertama tidak sah, namun akadnya dianggap sah. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah muhallil itu sah. Jika dilakukan dengan akad yang sah, syarat tahlil yang diucapkan sebelum akad atau ketika akad tidaklah membatalkan sahnya akad. Bahkan lakilaki yang menikahi itu mendapat pahala, jika dia bermaksud untuk memperdamaikan antara kedua suami istri yang sudah bercerai itu, tetapi jika maksudnya semata-mata untuk melepaskan hawa nafsu (syahwat ), maka hukumnya makruh dan perkawinan itu sah juga; 2)Menurut penulis nikah muhallil itu sah dan qiyas yang digunakan Imam Syafi'i sudah tepat karena peran dan fungsi perkawinan itu sendiri adalah untuk menghalalkan hubungan suami istri. Persoalan adanya rekayasa dalam nikah muhallil adalah tidak bisa dijadikan alasan yang kuat untuk mengharamkan nikah muhallil. Metode Ijtihad yang digunakan Imam Abu Hanifah dalam perkawinan tahlil ini pertama berdasarkan ayat al-Quran, secara umum Imam Abu Hanifah lebih memandang kepada keumuman ayat surat al-Baqarah ayat 230 yang berbunyi “Hingga dia kawin dengan suami yang lain” Kemudian dari segi sunnah rasulullah SAW Imam Abu Hanifah dalam memahami maksud hadist tersebut menurut persi beliau bukanlah suatu hal yang membatalkan walaupun para jumhur mengatakan batal. Selanjutnya dari segi istihsan, Imam Abu Hanifah memandang sunnah seseorang yang melakukan nikah tahlil jika niatnya mendamaikan kedua belah pihak suami istri yang bercerai, demi kemaslahtan rumah tangga mereka, menggunakan imajinasi dan penyelidikan; d) Diferensiasi antara bekerja dan bermain; e ) Otoritarisme; f ) Tidak menghargai fantasi.
Item Type: | Thesis (Thesis) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama |
Divisions: | Program Pascasarjana > S2 > Hukum Keluarga |
Depositing User: | Ms. Melda Fitriana |
Date Deposited: | 14 Jan 2020 07:50 |
Last Modified: | 14 Jan 2020 07:50 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/24880 |
Actions (login required)
View Item |