Hardinal (2018) Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia dan Implementasinya pada Peradilan Agama (Kajian Pemikiran Busthanul Arifin). Disertasi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
1. 201821DHK_COVER.pdf Download (306kB) | Preview |
|
|
Text
2. 201821DHK_PENGESAHAN.pdf Download (285kB) | Preview |
|
|
Text
3. 201821DHK_KATA PENGANTAR.pdf Download (358kB) | Preview |
|
|
Text
4. 201821DHK_DAFTAR ISI.pdf Download (312kB) | Preview |
|
|
Text
5. 201821DHK_ABSTRAK 3 BAHASA.pdf Download (421kB) | Preview |
|
|
Text
6. 201821DHK_BAB I.pdf Download (933kB) | Preview |
|
|
Text
7. 201821DHK_BAB II.pdf Download (504kB) | Preview |
|
|
Text
8. 201821DHK_BAB III.pdf Download (955kB) | Preview |
|
|
Text
9. 201821DHK_BAB IV.pdf Download (1MB) | Preview |
|
Text
10. 201821DHK_BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (888kB) |
||
|
Text
11. 201821DHK_BAB VI.pdf Download (345kB) | Preview |
|
|
Text
11. 201821DHK_DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (209kB) | Preview |
Abstract
Hukum Islam merupakan bagian sistem hukum di Indonesia yang telah dikenal sejak agama Islam masuk di Nusantara pada abad 1 Hijriyah dan diterima secara menyeluruh oleh umat Islam Indonesia, sebagaimana teori Receptie in Complexu. Pelaksanaannya berawal dari lembaga “tahkim”, merupakan cikal bakal peradilan agama di Indonesia. Hukum Islam pada masa kerajaan-kerajaan Islam merupakan sistem hukum yang hidup (hukum positif). Ketika kerajaan Mataram menguasai wilayah Jawa Tengah dengan raja Sultan Agung (1613-1645 M), penyebaran agama Islam hampir meliputi wilayah Indonesia, pada masa ini dibentuk Peradilan Islam (Peradilan Serambi). Pada tahun 1642 terbentuk “Statuta Batavia”, antara lain mengatur kewarisan orang-orang Indonesia yang beragama Islam harus menggunakan hukum Islam. Pada tahun 1760 dibuat “Compendium Freijer” yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam. Kitab “Mugharraer” (dari al-Muharrar) yang berlaku di Pengadilan Negeri Semarang, sebagian besar isinya tentang hukum pidana Islam. Peradilan Serambi diakui secara yuridis formal sebagai Badan Peradilan Negara pertama kali pada tanggal 1 Agustus 1882, berdasarkan Staatsblad Nomor 153 Tahun 1882 untuk wilayah Jawa dan Madura, namun statusnya direkayasa menjadi Peradilan Quasi (Peradilan Semu) dan tidak mandiri. Ketika kerajaan Mataram Jatuh (1674 M) terpecah menjadi dua, yakni Yogyakarta dan Surakarta, pemerintah kolonial Belanda mulai mencampuri urusan kerajaan. Pemerintah Hindia Belanda mengeliminir peran dan fungsinya, berusaha menghalangi pelaksanaan hukum Islam di bumi Nusantara dan muncul teori receptie. Kompetensi Peradilan Serambi dibatasi hanya di bidang perkawinan tertentu. Pada masa penjajahan Jepang Peradilan Agama dipandang tidak perlu, dan hampir terhapus menjelang kemerdekaan Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia dibentuk Departemen Agama. Mulai saat itu, eksistensi dan pembinaan Peradilan Agama mendapat perhatian setelah adanya Biro Peradilan Agama sampai berwujud Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. Upaya-upaya untuk menghapus Peradilan Agama pasca kemerdekaan muncul kembali dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman dan Kejaksaan. Undang-undang ini menyatakan hanya ada tiga lingkungan peradilan yang diakui, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Tata-usaha Negara, dan Peradilan Ketentaraan. Busthanul Arifin merupakan salah satu tokoh dan sosok penting yang dengan gigih berjuang, dan berhasil mengangkat eksistensi Peradilan Agama dan hukum Islam di Indonesia. Bagaimana pemikirannya, mengapa ia berjuang keras melembagakan hukum Islam dan mengangkat kedudukan Peradilan Agama? Bagaimana implementasi hukum Islam pada Peradilan di Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan, mendeskripsikan, menganalisis, dan mengkritisi pemikiran Busthanul Arifin dalam masalah tersebut. Karena ia dipandang berhasil melembagakan hukum Islam dan memperkuat eksistensi Peradilan Agama setelah melalui perjalanan panjang, berliku, dan melelahkan, dari “Peradilan Quasi” yang eksis di “serambi masjid” menjadi peradilan negara, pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia yang dapat melaksanakan putusannya sendiri.
Item Type: | Thesis (Disertasi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam |
Divisions: | Program Pascasarjana > S3 > Hukum Keluarga |
Depositing User: | Ms. Melda Fitriana |
Date Deposited: | 27 Sep 2019 02:43 |
Last Modified: | 27 Sep 2019 02:43 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/20801 |
Actions (login required)
View Item |