Dian Asriani Lubis (2011) KEPAILITAN MENURUT IBNU RUSYD DAN PERBANDINGANNYA DENGAN HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
2011_201159.pdf Download (389kB) | Preview |
Abstract
Penelitian ini berjudul “Kepailitan Menurut Ibnu Rusyd dan Perbandingannya Dengan Hukum Kepailitan Indonesia”. Pembahasan judul ini dilatarbelakangi oleh pemikiran Ibnu Rusyd yang mengatakan bahwa pailit sudah terjadi pada masa itu dan adapun pembahasan yang lainnya mengenai sebab orang yang bangkrut itu ditahan, siapa yang menetapkan pailit dan dan pelaksanaan penyelesaian kepailitan. Sehingga penulis merasa perlu meneliti lebih lanjut tentang bagaimana konsep pailit menurut Ibnu Rusyd, bagaimana Hukum kepailitan Indonesia dan analisa perbandingan kepailitan menurut Ibnu Rusyd dengan Hukum kepailitan Indonesia. Ibnu Rusyd adalah salah satu ulama yang terkenal keahliannya di bidang Ilmu Hukum Islam, oleh sebab itu saya tertarik memilih buku karangan Beliau sebagai data primer dalam penelitian skripsi saya Penelitian ini adalah berbentuk penelitian pustaka (Library Research) yakni dengan mengacu pada sumber primer yang berjudul “Bidayatul Mujtahid” karangan Ibnu Rusyd dan ditambah lagi dengan buku-buku lain yang berkaitan dengan permasalahan. Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa adanya persamaan dan perbedaan Kepailitan antara pemikiran Ibnu Rusyd dengan hukum Indonesia, yang mana pada pemikiran Ibnu Rusyd dikatakan bahwa kepailitan itu adalah hutang yang menghabiskan harta orang yang berhutang, sehingga dalam hartanya tidak ada sesuatu yang dapat digunakan untuk membayar hutang-hutangnya dan orang yang tidak memiliki harta sama sekali. Sedangkan pada Hukum kepailitan Indonesia menurut Undang-undang Kepailitan (UUK) No. 37 Tahun 2004, kepailitan itu adalah sita umum atas semua kekayaan debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Persamaannya terletak pada orang yang berhak menyatakan pailit terhadap debitur (orang yang berhutang) adalah Hakim, sedangkan perbedaannya yaitu menurut Ibnu Rusyd apabila debitur dalam keadaan sakit (bukan dibuat-buat), maka kreditur tidak boleh menuntutnya dan mengawasinya terus-menerus. Dia harus diberi kebebasan untuk mencari rezeki sampai dia berkelapangan untuk melunasi hutangnya. Sedangkan Dalam hukum kepailitan Indonesia tidak memperhatikan kesehatan keuangan dari debitur. Jadi meskipun keuangan debitur itu solven tetap bisa dipailitkan sepanjang sudah memenuhi syarat adanya hutang yang tidak dibayar lunas serta adanya dua kreditur atau lebih. Setelah penulis mengkaji dan menelaah pemikiran Ibnu Rusyd tentang Pailit, dan perbandingannya pada Hukum Kepailitan Indonesia. Di antara kedua perbandingan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan, konsep tersebut sudah sesuai dengan Hukum Islam atau dengan kata lain hukumnya mubah (boleh).
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam > 297.2 Teologi Islam, Aqaid dan Ilmu Kalam > 297.273 Islam dan Ilmu Ekonomi |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Ekonomi Syari'ah |
Depositing User: | Mutiara Jannati |
Date Deposited: | 26 Jan 2016 03:09 |
Last Modified: | 26 Jan 2016 03:09 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/1903 |
Actions (login required)
View Item |