ABDUL HADI (2018) ANALISIS FIQIH MUAMALAH TERHADAP FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) NOMOR: KEP-139/MUI/IV/2000 MENGENAI KEBOLEHAN BUDIDAYA CACING DAN JANGKRIK. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
1. COVER__2018589MUA.pdf Download (204kB) | Preview |
|
|
Text
2. PENGESAHAN__2018589MUA.pdf Download (456kB) | Preview |
|
|
Text
3. ABSTRAK__2018589MUA.pdf Download (322kB) | Preview |
|
|
Text
4. KATA PENGANTAR__2018589MUA.pdf Download (424kB) | Preview |
|
|
Text
5. DAFTAR ISI__2018589MUA.pdf Download (209kB) | Preview |
|
|
Text
6. BAB I__2018589MUA.pdf Download (517kB) | Preview |
|
|
Text
7. BAB II__2018589MUA.pdf Download (345kB) | Preview |
|
|
Text
8. BAB III__2018589MUA.pdf Download (654kB) | Preview |
|
|
Text
8. BAB III__2018589MUA.pdf Download (654kB) | Preview |
|
Text
9. BAB IV__2018589MUA.pdf Restricted to Repository staff only Download (721kB) |
||
|
Text
10. BAB V__2018589MUA.pdf Download (310kB) | Preview |
|
|
Text
11. DAFTAR PUSTAKA__2018589MUA.pdf Download (353kB) | Preview |
Abstract
Dunia ilmu pengetahuan bekembang dengan pesat penelitian demi penelitian terus dilakukan dan penemuan-penemuan baru pun ditemukan. Hal yang dlu dianggap tidak berguna, nampak sepele, bahkan mungkin menjijikan, kini berunah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis dan diperlukan. Sesuai dengan kemajuan zaman dan meningkatnya kebutuhan hidup manusia, otak manusia Nampaknya terus berinovasi dan berkreasi untukmenumukan hal-hal baru dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Cacing yang dahulu dianggap menjijikkan oleh masyarakat, pada saat ini naik derajatnya menjadi hewan yang multimamfaat, antara lain sebagai penyubur tanaman, pakan ternak, pakan ikan hias, sebagai bahan untuk obat, kosmetik dan pengolah limbah. Pada saat ini mamfaat cacing makin ditingkatkan kearah komersial dan finansial, sebagai salah satu cabang usaha yang menguntungkan. Dalam surat keputusan fatwa MUI, mengenai budidaya cacing dan jangkrik dijelaskan bahwa membudidayakan cacing untuk diambil sendiri mamfaatnya, untuk pakan ternak misalnya, tidak untuk dimakan atau dijual hukumnya boleh. Dari keputusan tersebut dapat penyusun simpulkan bahwa MUI membolehkan budidaya cacing sedangkan untuk diperjualbelikan tidak boleh, padahal antara budidaya dan jual beli memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, karena dalam budidaya pastilah ada proses jual belinya, karena dengan membudidaya pasti membutuhkan dana. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimana Fatwa MUI No. kep139/MUI/IV/2000 mengenai kebolehan budidaya cacing dan mengharamkan jual beli,juga bagaimana dalil yang digunakan oleh MUI dalam mengistimbatkan kebolehan budidaya dan mengharamkan jual beli cacing dan bagaimana analisis Fiqih Muamalah terhadap budidaya cacing menurut MUI No. kep-139/MUI/IV/2000. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau, sumber data primer diperoleh dari fatwa MUI tentang budidaya cacing, sedangkan data skunder diperoleh dari makalah budidaya cacing dalam kajian fiqih, sukses beternak cacing, budidaya cacing, fiqh islam wa adillatuhu, terjemahan fiqh empat mazhab, terjemahan kifayatul akhyar, usul fiqh artikel maupun wibsite Dari hasil penelitian, alasan MUI membolehkan budidaya cacing adalah dengan memperhatikan makalah “Budidaya Cacing dan Jangkrik Dalam Kajian Fiqh” dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu kaidah al-aslu fi al manafi` al ibahah, maslahah mursalah, dan maqosid syari`ah. Dan alasan MUI mengharamkan jual beli i cacing juga dengan memperhatikan makalah yang sama, dengan merujuk kepada pendapat ulama yang mengharamkan jual beli cacing juga dengan memperhatikan makalah yang sama, dengan merujuk kepada pendapat ulama yang mengharamkan binatang al-hasyarat. Di lain pihak, sebenarnya MUI tidak mengharamkan jual beli cacing, tetapi mengakui dua pendapat yaitu menghalalkan dan mengharamkan. Adapun metode istinbat yang digunakan MUI untuk menghalalkan jual beli cacing dengan menggunakan metode istislah/maslahah mursalah, dan metode istinbat yang digunakan MUI untuk mengharamkan jual beli cacing adalah dengan merujuk kepada pendapat ulama yang mengharamkan memakan binatang al-hasyarat dan juga menggunakan metode qiyas Adapun pandangan fiqih muamalah terhadap budidaya cacing dengan menggunakan prinsip yang mengatakan bahwa “Hukum dasar mu’amalah adalah halal,sampai ada dalil yang mengharamkannya” prinsip ini menjadi kesepakatan dikalangan ulama, prinsip ini memberikan kebebasan yang luas kepada manusia untuk mengembangkan model transaksi dalam muamalah akan teteapi kebebasan itu terbatas oleh atutan syara’ yang telah ditentukan dalam al-Qur’an, al-Sunnah dan Ijtihad Ulama.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) |
Depositing User: | Mrs Rina Amelia - |
Date Deposited: | 30 Aug 2019 03:55 |
Last Modified: | 30 Aug 2019 03:55 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/18724 |
Actions (login required)
View Item |