M. Alpi Syahrin (2011) KEWENANGAN MENTERI KEUANGAN DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI (Study Yuridis Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ). Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
|
Text
2011_2011146.pdf Download (433kB) | Preview |
Abstract
KEWENANGAN MENTERI KEUANGAN DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI (Study Yuridis Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang masih membuka peluang untuk mempailitkan Perusahaan Asuransi. Hanya saja yang memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pailit terhadap Perusahaan Asuransi adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. Permasalahan yang timbul adalah: Pertama, bagaimana Aturan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 dan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan dan Penundaaan kewajiban Pembayaran Utang?, Kedua, bagaimana Prosedur dalam Pengajuan Pailit Perusahaan Asuransi Oleh Menteri keuangan Berdasarkan Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?, Ketiga, bagaimana perlindungan Hukum terhadap Nasabah Asuransi jika perusahaan Asuransi tersebut dipailitkan oleh Pengadilan Niaga? Sesuai dengan Peremasalahan yanga ada, maka dapatlah diambil sebuah hasil, yaitu: 1). Perusahaan Asuransi sesuai dengan fungsinya yang menghimpun dan mengelola dana dari masyarakat dalam jumlah besar melalui pengambil alihan resiko yang belum dapat dipastikan maka perusahaan asuransi memegang peranan penting dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian Negara, Sehingga kepailitan pada sebuah perusahaan asuransi akan menimbulkan banyak dampak negatif dari segi perekonomian, mengingat banyak kepentingan yang terkait dengan jenis usaha yang satu ini, tidak hanya para kreditornya tetapi juga masyarakat luas dan pihak investor terutama investor asing yang tentunya akan enggan menanamkan modalnya jika terdapat ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan perasuransian. Dengan demikian adanya kewenangan Menteri Keuangan tidak boleh diartikan memiliki kewenangan memutuskan pailit atau tidaknya suatu perusahaan asuransi melainkan hanya melakukan fungsi Pengawasan dan Pembinaan agar kepentingan pemegang polis tidak menjadi korban pihak lain yang akan mengajukan pailit. Sehingga benar – benar tepat bahwa menteri keuangan yang semestinya yang mengajukan Permohonan Pailit Kepada Pengadilan Niaga berdasarkan Ajuan dari Kreditor Perusahaan Asuransi. 2). Prosedur Pengajuan Permohonan Pailit Perusahaan Asuransi diajukan Oleh Kreditor Kepada Pengadilan Niaga Melalui Mentri Keuangan, kemudian menteri keuangan yang akan mengajukan kepada pengadilan Niaga 3). jika suatu Perusahaan Asuransi telah dinyatakan pailit maka Nasabah pemegang polis Asuransi dari perusahaan Asuransi tersebut berhak mengajukan tuntutan pemenuhan kewajiban pembayaran utang terhadap perusahaan asuransi yang bersangkutan melalui Pengadilan Negeri baik secara perdata maupun pidana.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 600 Teknologi dan Ilmu-ilmu Terapan > 650 Bisnis |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Feni Marti Adhenova |
Date Deposited: | 26 Dec 2015 07:16 |
Last Modified: | 26 Dec 2015 07:16 |
URI: | http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/173 |
Actions (login required)
View Item |