Search for collections on Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Repository

STUDI ANALISIS PENDAPAT ABU HANIFAH TENTANG BOLEHNYA MENGERJAKAN DUA SHALAT FARDHU DENGAN SATU KALI TAYAMUM

AHMAT SAIPUL RAMBE (2018) STUDI ANALISIS PENDAPAT ABU HANIFAH TENTANG BOLEHNYA MENGERJAKAN DUA SHALAT FARDHU DENGAN SATU KALI TAYAMUM. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

[img]
Preview
Text
1. COVER__2018237AH.pdf

Download (380kB) | Preview
[img]
Preview
Text
2. PENGESAHAN__2018237AH.pdf

Download (470kB) | Preview
[img]
Preview
Text
3. ABSTRAK__2018237AH.pdf

Download (365kB) | Preview
[img]
Preview
Text
4. KATA PENGANTAR__2018237AH.pdf

Download (444kB) | Preview
[img]
Preview
Text
5. DAFTAR ISI__2018237AH.pdf

Download (347kB) | Preview
[img]
Preview
Text
6. BAB I__2018237AH.pdf

Download (657kB) | Preview
[img]
Preview
Text
7. BAB II__2018237AH.pdf

Download (677kB) | Preview
[img]
Preview
Text
8. BAB III__2018237AH.pdf

Download (903kB) | Preview
[img] Text
9. BAB IV__2018237AH.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (845kB)
[img]
Preview
Text
10. BAB V__2018237AH.pdf

Download (251kB) | Preview
[img]
Preview
Text
11. DAFTAR PUSTAKA__2018237AH.pdf

Download (303kB) | Preview

Abstract

Penulisan skripsi ini di latar belakangi oleh apakah seseorang boleh satu kali tayammum yang digunakan untuk beberapa kali shalat, baik shalat fardhu maupun sunnat. Terhadap hal itu terjadi khilafiah di kalangan ulama. Pendapat hanafiyah menganggap, satu kali tayammum boleh dipakai untuk beberapa kali shalat, baik shalat fardhu ataupun sunnah. Kekuatannya sama dengan wudhu, karena tayammum itu pengganti wudhu bagi orang yang tidak dapat memakai air. Jadi, hukumnya sama dengan wudhu. Jumhur fuqaha berpendapat, satu kali tayammum hanya sah untuk satu kali shalat fardhu dan beberapa shalat sunnah. Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana pendapat Abu Hanifah tentang Tayamum sebagai pengganti air, bagaimana Pendapat Abu Hanifah tentang bilangan shalat yang diperbolehkan dengan Tayamum dan bagaimana argumentasi terhadap pendapat Abu Hanifah. Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah jenis penelitian kepustakaan (Library Research). Sumber Primernya yaitu kitab “al-Mabsuth” karangan imam Syamsuddin asy-Syarkhasi, penerbit daar al-Ma’rifah Beirut Libanon, Juz I, Bab menerangkan tentang Tayammum dan Kitab badaius sanai karangan Abu Bakar ibn Ma’sud al-Kasani, penerbit daar al-Kutub al-Amaliyah Beirut Libanon, Juz I, bab menerangkan tentang Tayammum, kemudian sumber sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. Hasil penelitian ini adalah Bahwa menurut imam Abu Hanifah bahwa seseorang boleh melaksanakan dua shalat fardhu hanya dengan sekali tayamum saja. Adapun metode istinbathnya yang digunakan oleh imam Abu Hanifah yaitu Surat Al-Maidah ayat 6 dan An-Nisa’ ayat 43 yang menjadi landasan dasar tentang bertayamum, serta hadits yang menjelaskan tentang bahwa bumi itu dijadikan mesjid dan serta adanya kesucian padanya dan hadits yang menjelaskan bahwa nabi pernah bersabda sesungguhnya debu yang baik adalah alat untuk bersuci bagi muslim jika ia tidak mendapatkan air, meskipun selama sepuluh tahun. Apabila ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkan air itu ke kulitnya, karena hal itu lebih baik. Mengenai tentang kebolehan sekali tayamum untuk dua shalat fardhu menurut penulis bahwa imam Abu Hanifah berpendapat pada keumuman Hadits yang menjelaskan bahwa nabi pernah bersabda sesungguhnya debu yang baik adalah alat untuk bersuci bagi muslim jika ia tidak mendapatkan air, meskipun selama sepuluh tahun. Apabila ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkan air itu ke kulitnya, karena hal itu lebih baik, Serta di dalam hadits nabi tidak ada yang memberikan keterangan secara langsung bertayamum untuk tiap-tiap shalat dan tidak pula nabi memerintahkan hal yang demikian. Nabi hanya menyuruh bertayamum jika tidak menemukan air dan menyamakan hukumnya dengan wudhu’, hal ini menandakan bahwa nabi memutlakkan tayamum dan menjadikannya sebagai pengganti kedudukan dari wudhu’ dan mandi. Akan tetapi penulis lebih cenderung kepada pendapat yang mengatakan bahwa tidak boleh seseorang melaksanakan dua shalat fardhu hanya i dengan sekali tayamum saja, hal ini dikarenakan, menurut penulis bahwa kedudukan tayamum hanya bersifat darurat saja yang pada hakikatnya tidak mengangkat hadats akan tetapi hanya membolehkan seseorang untuk shalat, sehingga jika seseorang tersebut hendak melaksanakan shalat lagi maka ia harus mengulang kembali tayamumnya dengan catatan tidak ada pada dirinya yang membatalkan tayamum.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: 200 Agama > 290 Agama Selain Kristen > 297 Islam
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhsiyah)
Depositing User: Mrs Rina Amelia -
Date Deposited: 15 Jul 2019 04:29
Last Modified: 15 Jul 2019 04:29
URI: http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/15878

Actions (login required)

View Item View Item